Tuesday, October 7, 2008

Telaah Fatwa MUI; Hukum VALAS

Assalamu'alaikum wr wb.

#Saya temukan artikel menarik daripada mahasiswi UII. Menarik untuk dibaca hasil temuan beliau. Syukran dan Semoga bermanfaat.


Telaah Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Jual Beli Mata Uang (As- Sharf )
oleh : Indah Piliyanti

MSI-UII.Net - 15/8/2005

I. Pendahuluan

Hadirnya Institusi Keuangan Syariah di Indonesia diawali ketika secara resmi Bank Muamalat Indonesia dioperasikan tahun 1992, selanjutnya diikuti oleh lahirnya Bank Syariah lainnya dan juga lembaga Non bank Syariah seperti Asuransi.1 Sebagai konsekuensi keberadaan Lembaga Keuangan Syariah maka operasional Bank Syariah selain harus mengacu kepada aturan Syar’i juga aturan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia. Agar Bank Syariah dalam operasionalnya tidak keluar dari aturan Syariah maka dibentuklah suatu badan yang berwenang memberi justifikasi hukum atas operasional mereka, yang dikenal dengan Dewan Pengawas Syariah. Pada perkembangan selanjutnya bank syariah tumbuh pesat dan menuntut lebih banyak pengawasan dari sisi Syar’i. Maka terbentuklah Dewan Pengawas Syariah Nasional yang didirikan Majlis Ulama Indonesia tahun 1999 (6 tahun sejak BMI beroperasi) bertugas memberikan rumusan dan kajian atas transaksi yang terjadi di bank bank syariah di Indonesia selain itu, setiap bank Syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah untuk pengawasan operasional pada intern bank mereka. Di antara transaksi yang membutuhkan justifikasi hukum oleh Dewan Pengawas Syariah Nasional adalah Jual Beli Mata Uang (As- sharf) No. 28/DSN-MUI/III/2002.

II. Permasalahan dan Telaah Fatwa

Dalam makalah ini, pemakalah akan menelaah Fatwa Dewan Syariah Nasional sebagai otoritas pemberi fatwa untuk dijadikan pedoman dalam transaksi di lembaga keuangan syariah di Indonesia tentang jual beli mata uang (As Sharf). Untuk sampai pada suatu telaah terlebih dahulu akan dibahas definisi dan fungsi uang, serta jual beli mata uang dalam kajian fiqh, beberapa pendapat tentang jual beli mata uang.

A. Pengertian Uang

Uang adalah alat tukar/bayar yang diterima secara umum, memiliki satuan satuan tertentu dengan nilai standar serta memiliki daya beli terhadap barang dan jasa. Fungsi uang adalah sebagai alat tukar (medium of exchange). Di samping itu juga berfungsi untuk melunasi kewajiban kewajiban yang diakibatkan oleh kegiatan bisnis.2

Sedangkan Milton Friedman Ekonom Amerika kontemporer mendefinisikan fungsi uang untuk menjalankan pertukaran barang tanpa melalui mekanisme barter, uang dapat digunakan secara individual untuk menukar berbagai macam barang dan melayani setiap keinginan tanpa harus mencocokkan lebih dahulu barang yang dibeli seperti dalam mekanisme barter pada setiap transaksi. Dari fungsi tersebut dapat diketahui ringkasnya fungsi uang adalah; media pertukaran (medium of exchange), penyimpanan (store of value), ukuran nilai ( measure of value) standar dalam pembayaran tertunda ( standart of deffered payment )3

Menarik untuk dicermati bahwa definisi diatas tidak memuat kemungkinan pengertian yang dapat menunjukkan kepada suatu pergeseran fungsi utama mata uang. Uang dalam definisi ini mengesampingkan pengertian dimana uang dapat diletakkan atau disejajarkan dengan komoditi /barang dagangan lainnya. Definisi ini lebih meletakkan uang sebagai extra komoditi mengatasi barang. Persoalan yang muncul kemudian adalah ketika definisi diatas meletakkan nilai mata uang diluar dirinya-bukan untuk uang itu sendiri- menurut hukum khususnya uang kertas yang banyak dipergunakan sebagai alat tukar diberbagai negara memicu beberapa persoalan baru. Tetapi pemakalah tidak akan membahas perdebatan tersebut untuk membatasi pembahasan. Dan ternyata dalam Islam fungsi uang hanya merupakan alat tukar bukan komoditas.

Sebelum uang diperkenalkan dalam bentuk uang kertas seperti sekarang uang lebih banyak menggunakan bahan emas dan perak atau bahan lainnya. Secara historis percetakan uang telah dimulai sejak kekaisaran romawi dan persia.4 Kemudian Islam mengadopsinya dan dalam jangka yang cukup lama tidak memberi perubahan apapun pada bentuknya. Bani ummayah (75 H) masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan uang dengan cetakan baru diproduksi dengan nama Dinar damsik. Sejak itu uang baru diperkenalkan dinar damsiq dinyatakan sebagai mata uang yang berlaku dalam Daulah Islamiyah.5

Uang sebagai alat penukar menempati posisi penting dalam Islam hal ini bisa dibuktikan dengan adanya ibadah yang berkaitan dengan uang; Zakat, Shadaqah, Haji. Untuk menjaga agar fungsi uang tidak berubah menjadi barang komoditas, maka ketentuan tentang jual beli uang menjadi penting untuk dikaji.

B. Jual beli Mata Uang (As- Sharf) dalam kajian Fiqh

Penelusuran tentang transaksi mata uang ( As Sharf ) dalam kitab fiqh sedikit dan terbatas, keterbatasan ini dapat dipahami, karena mungkin pada masa lampau, ketika kitab fiqh sedang ditulis oleh fuqaha masalah jual beli mata uang bukan masalah yang menonjol sebagaimana masalah muamalat lainnya. Dengan demikian perhatian tidak cukup banyak terhadap masalah ini. Masalah valuta muncul ke permukaan dan menjadi perbincangan ulama baru ketika terjadi ketidakstabilan nilai tukar emas dan perak pada masa kesultanan Mamluk, tepatnya masa Nasir Muhammad bin Qalamun semasa Imam Ibnu Taimiyah6

Kitab fiqh yang membicarakan bab transaksi valuta asing dikenal dengan As Sharf, sering menempatkan pembahasannya sebagai bagian dari bab jual beli, sub bab macam macam Jual Beli (Wahbah Az Zuhaili ) sedangkan As Sharf dalam Bidayatul Mujtahid Juz II pembahasan setelah bab jual beli. Secara umum jual beli mata uang / As Sharf dalam kitab kitab fiqh diidentikkan dengan tukar menukar antara emas dan emas atau perak dengan perak. Oleh karena itu dalam kitab fiqh apa saja yang menjadi ketentuan/ syarat rukun dalam transaksi berlaku juga dalam transaksi mata uang ( As –Sharf ), hanya saja kategorinya lebih khusus. Transaksi Valuta asing dari ketentuan tersebut sepanjang memenuhi ketentuan dalam transaksi Islam adalah kegiatan yang ditolelir tetapi, meski boleh, perlu dibuat semacam catatan karena pada dasarnya Islam memandang uang harta sebagai alat tukar bukan komoditas, untuk memenuhi permintaan dan penawaran/ money demand for transaction bukan spekulasi .

Dalam Kamus al Munjid fi al Lugah7 disebutkan bahwa al sharf berarti menjual uang dengan uang lainya. Istilah al sharf yang berarti jual beli valuta dapat ditemukan dalam beberapa kamus. Muhammad al Adnani mendefinisikan al sharf dengan tukar-menukar uang.8 Yang dalam istilah Inggris adalah money changer.9

Menurut Istilah Syara’ Sharf adalah jual beli satu mata uang dengan mata uang yang lain baik mata uang tersebut satu jenis atau berlainan jenis10

Jual beli mata uang mendasarkan pada QS;2, 275 tentang Kebolehan Jual beli; Allah Menghalalkan jual beli dan mengharamkan Riba. Dan hadits tentang jual beli mata uang (As- Sharf) diantaranya mendasarkan pada Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah dari Ubadah bin Shamit tentang tukar menukar emas dan perak.

Syarat Syarat jual beli mata uang ( As- Sharf );
1. Serah terima dalam majlis kontrak
2. Jika dengan mata uang yg sama, jumlahnya harus sama
3. Tidak boleh ada khiyar syarat
4. Tidak boleh ditangguhkan, masing masing pihak yang bertransaksi tidak boleh menangguhkan penyerahan barang untuk jangka waktu tertentu karena barang tersebut harus diterima dan jatuh sebagai hak milik masing masing pembeli sebelum mereka berpisah.11

Beberapa pendapat Jual Beli Mata Uang ( As Sharf )
Dalam jual beli mata uang harus memenuhi syarat khusus; tiada penundaan, yang berarti harus tunai dan tiada pelebihan yang berarti dengan syarat keseimbangan. Dalam jual beli mata uang asing Ulama sepakat dengan syarat tunai, tetapi mereka berbeda tentang waktu yang membatasi pengertian tunai ini12. Imam Hanafi dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa jual beli mata uang terjadi secara tunai selama keduabelah pihak belum berpisah, baik itu penerimaannya itu segera atau lambat13. Jadi penerimaannya bisa dengan perjanjian waktu tertentu. Berbeda dengan Imam Malik yang berpendapat bahwa jika penerimaan pada majlis terlambat, maka jual beli itu batal, meski kedua belah pihak belum berpisah. Karena ia tidak menyukai janji janji didalamnya.14 Sementara itu ulama Kontemporer, seperti al Qardawi, dalam hal memperjualbelikan mata valuta asing yang tidak dilakukan secara tunai, mengatakan tidak diperbolehkan. Selanjutnya beliau mengatakan tidak sah jual beli uang dengan sistem penangguhan, bahkan harus dilakukan secara tunai di tempat transaksi. Hanya saja yang menjadi kriteria tunainya sesuatu itu menurut ukurannya sendiri-diri. Dalam hal ni menurut Yusuf al-Qardhawi syara’ telah menyerahkan ukuran tersebut kepada adat kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat. Walaupun demikian, realita tunai ini juga mengikuti hukum darurat yang diukur sesuai dengan ukurannya. Justru itu umat Islam tidak diperkenankan untuk menjual apa yang dibelinya kecuali setelah diterimanya terlebih dahulu barang itu menurut adat kebiasaan yang berlaku.

Merujuk uraian diatas, dapat ditarik benang merah bahwa semua pendapat sepakat tentang dibolehkannya jual beli mata uang dengan syarat syarat khusus, tunai dan kadarnya sama, hanya saja perbedaan terletak pada interpretasi batasan istilah tunai dalam transaksi. Syafi’i dan Hanafi berpendapat bahwa tenggang waktu bisa diundur selama kedua belah pihak belum meninggalkan majlis, sedangkan Malik tidak ada tenggang waktu antara terjadinya akad dengan terjadinya serah terima barang.

C. Telaah Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Jual Beli Mata Uang (As Sharf)

Persoalan mendasar dalam perkembangan hukum Islam sepanjang sejarah sepeninggal Rasululloh adalah bahwa nash Al qur’an dan Sunnah Nabi terbatas jumlahnya, sementara persoalan hukum yang muncul akibat perubahan sosial tidak akan pernah habis selama kehidupan manusia masih berlanjut, sehingga upaya penalaran dan pengembangan hukum Islam dibutuhkan disini, tanpa menafikan kedua sumber diatas.15 Sehingga keberadaan fatwa sangat dibutuhkan untuk menjawab persoalan yang muncul dimasyarakat untuk diajadikan pedoman.

Fatwa dapat diartikan sebagai jawaban atas permasalahan permasalahan syariah/perundang undangan yang belum jelas16sedangkan Yusuf Qardhawi mendefinisikan fatwa menerangkan hukum Syara’ tentang suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan, baik penanya itu jelas identitasanya maupun tidak, baik peorangan maupun kolektif.17

Dari pengertian fatwa di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa fatwa Dewan Pengawas Syariah Nasional adalah merupakan jawaban terhadap masalah transaksi yang terjadi pada bank syariah di Indonesia - dalam Fatwa ini adalah Bank BNI Unit Usaha Syariah sebagai institusi yang meminta adanya fatwa tersebut - yang belum ada penetapan hukum sebelumnya di Indonesia tentang Jual Beli Mata Uang.

Pertimbangan Fatwa Dewan Syariah Nasional mengacu pada transaksi/kegiatan perdagangan yang membutuhkan mata uang yang sama atau berbeda baik antar mata uang sejenis atau berlainan jenis, dan agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam maka Fatwa As- Sharf perlu untuk dijadikan pedoman.18

Ayat Alqur’an yang digunakan sebagai sandaran fatwa ini adalah tentang jual beli (QS. Al Baqoroh. 275). Sedangkan hadits yang digunakan adalah hadits hadits tentang pertukaran/jual beli emas dan perak dengan persyaratan tertentu; dan sama dan sejenis serta tunai 19 dan sandaran ketiga dari fatwa ini adalah Ijma’ bahwa aqad As Sharf di syariatkan dengan syarat syarat tertentu.

Dalam konsideran fatwa, Dewan Pengawas Syariah Nasional mendasarkan pada surat dari BNI unit usaha syariah sebagai pihak/ institusi yang membutuhkan justifikasi hukum terhadap masalah ini.20 Namun sayang tidak secara jelas di tampilkan masalah/transaksi yang seperti apa dan bagaimana yang melatarbelakangi BNI Unit Usaha Syariah sehingga mengajukan fatwa kepada Dewan Syariah Nasional.

Dalam keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional, secara umum memberi justifikasi bahwa jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan;21
1. Tidak untuk spekulasi (untung untungan);
2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga jaga (simpanan);
3. Jika mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai;
4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (Kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

Untuk jenis transaksi valuta asing; Spot22, hukumnya boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi Internasional. Sedangkan untuk transaksi Forward, Swap dan Option hukumnya haram, karena didalamnya ada unsur spekulasi (maisir).

Fatwa ini berlaku sejak tanggal 28 maret 2002.
Dari kutipan fatwa di atas, kecenderungan fatwa Dewan Syariah Nasional lebih mengacu kepada pendapat Syafi’i dan Hanafi.

III. Catatan Ahir
Berdasar pemaparan makalah di atas, pemakalah menyimpulkan bahwa Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang jual beli mata uang muncul karena ada permohonan dari Bank Syariah dalam hal ini BNI Unit Usaha Syariah namun sayangnya Dewan Syariah Nasional tidak memberikan informasi yang jelas tentang transakasi yang bagaimana yang terjadi pada BNI Unit Usaha Syariah sehingga meminta fatwa tentang jual beli mata uang ini, menurut pemakalah informasi tentang latar belakang fatwa penting dilampirkan sehingga kita bisa menelaah Fatwa Dewan Syariah Nasional lebih mendalam. Dasar hukum yang digunakan Dewan Syariah Nasional selain Al Quran juga Hadist tentang pertukaran jual emas dengan emas dan perak dengan perak, salah satu hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ubadah bin Shamit merupakan hadist Sahih dan dapat dijadikan hujjah, menyandarkan hadits jual beli mata uang pada pertukaran emas dan perak dalam fatwa didasarkan pada fakta bahwa emas dan perak merupakan mata uang yang yang berlaku diawal Islam dan menukarkannya sama dengan membelinya dengan catatan syarat jual beli mata uang tersebut sama dan sejenis serta dilakukan secara tunai. Sehingga menempatkan uang sebagai komoditas, tidak dibenarkan dari pemahaman hadits ini, karena uang dalam Islam sebagai alat tukar, bukan komoditas. Di sinilah letak kelemahan fatwa ini, karena menurut penulis letak permasalahan jual beli mata uang terletak pada dijadikannya mata uang sebagai komoditas. Dalam fatwa tidak secara mendetail mengangkat masalah mata uang sebagai komoditas lebih dalam, hanya dijelaskan kebolehannya jual beli mata uang ini, sedangkan ketidakbolehannya, mata uang sebagai komoditas, tidak. Seperti karakteristik fatwa yang bersifat temporer, maka fatwa ini, masih terbuka kemungkinan di ubah sesuai dengan permasalahan yang berkembang di masa mendatang tentang jual beli mata uang ini. Wallahu a’lam bis shawab.


DAFTAR PUSTAKA
Tim Penulis Dewan Syariah Nasional-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi 2, Jakarta: kerjasama DSN-MUI dan Bank Indonesia, 2003

Dr. Adi Zakaria Afiff ” The application of marketing strategies in Islamic Banking” International Seminar of Islamic Financial Institution tanggal 7-8 Mei 2005 di Semarang

Ensiklopedia Ekonomi, Bisnis dan Manajemen, Jilid 2, Jakarta;PT Cipta Adi Pustaka, 1992

Richard A Ward, The Economic and Financial system ;scarton International book company 1970

Drs. T. Gilarso, Pengantar Ilmu ekonomi bagian makro, Yogyakarta; Kanisius 1992

Sigit Purnawan Jati, Dinar dan Dirham sebagai mata uang Islam; Sebuah Studi Pendahuluan , dalam Simposium Nasional I Sistem Ekonomi Islam, P3EI UII Yogyakarta

Internet ; www. Tazkia.com

Ensiklopedia of Islam Vol VII, tth

Louis Ma’luf, al Munjid fi al Lugah wa al a’lam, Maktabah al Syarqiyah, Beirut 1986

Muhammad al Adnani, Mu’jam al Aghlat al Lugawiyah al Mu’ashirah, cet 1, Maktabah Libanon, Beirut 1984

Munir Al Baklabaki, al Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary, Dar al Ilmi Li al Malayin, Beirut 1984

Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islamy Wa Adilatuhu, Juz 5, Daar Al Fikr,

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa nihayatul Muqtasid Juz III, Cet 1, Kairo, Al Maktabah Alkulliyat Al Ashariyah, 1989

Jurnal Yurisdiksi, Edisi 2/Th. 1999

Sa’id Abu Jaib, Al- Qamus Al Fiqhiyyah ( Damaskus: Dar Al Fikr, 1982)

Yusuf Qardhawi, Fatwa antara Ketelitian dan kecerobohan ( Jakarta: Gema Insani Pess, 1999).


Penulis adalah Mahasiswi MSI PPs UII.
1Data terahir menunjukkan pesatnya perkembangan dan pertumbuhan institusi keuangan Syariah di Indonesia, saat ini telah terdapat 3 Bank Umum Syariah, 14 Unit Usaha Syariah, selanjutnya lihat dalam makalah Dr. Adi Zakaria Afiff ” The application of marketing strategies in Islamic Banking” International Seminar of Islamic Financial Institution tanggal 7-8 Mei 2005 di Semarang.
2 Ensiklopedia Ekonomi, Bisnis dan Manajemen, Jilid 2, Jakarta;PT Cipta Adi Pustaka, 1992 hal. 433

3 Richard A Ward, The Economic and Financial system ;Scarton International book company 1970 hal. 14, lih juga Drs. T. Gilarso, Pengantar Ilmu ekonomi bagian makro, Yogyakarta; Kanisius 1992 hal. 234-235
4Bahkan jauh sebelum berdirinya kerajaan Persia dan Romawi, yakni pada zaman ashhabul kahfi, seperti yang disebutkan di dalam surat al kahfi ayat 19. di sebutkan bahwa para pemuda tersebut berbelanja dengan memakai mata uang.
5 Sigit Purnawan Jati, Dinar dan Dirham sebagai mata uang Islam; Sebuah Studi Pendahuluan , dalam Simposium Nasional I Sistem Ekonomi Islam, P3EI UII Yogyakarta hal.507 . dalam Alqur’an dan hadits emas dan perak telah di sebutkan baik dalam fungsinya sebagai mata uang atau sebagai harta dan lambang kekayaan yang disimpan, QS. At Taubah, selanjutnya lih dalam Ikhwan Abidin Basri, Memahami Konsep Uang dalam Islam, www. Tazkia.com
6 Ensiklopedia of Islam Vol VII hal. 991
7 Louis Ma’luf, al Munjid fi al Lugah wa al a’lam, Maktabah al Syarqiyah, Beirut 1986, hlm 423.

8 Muhammad al Adnani, Mu’jam al Aghlat al Lugawiyah al Mu’ashirah, cet 1, Maktabah Libanon, Beirut 1984, hlm 374.

9 Munir Al Baklabaki, al Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary, Dar al Ilmi Li al Malayin, Beirut 1984, hlm. 588.

10 Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islamy Wa Adilatuhu, Juz 5, Daar Al Fikr, hal. Seperti yang telah sekilas disebut sebelumnya bahwa awalnya mata uang terbuat dari emas dan perak dan dalam perjalanannya berevolusi dan saat ini mata uang terbuat dari kertas.
11 Ibid, bandingkan dengan Ibnu Rusdy, Bidayatul Mujtahid tentang syarat syarat jual beli mata uang

12 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa nihayatul Muqtasid Juz III, Cet 1, Kairo, Al Maktabah Alkulliyat Al Ashariyah, 1989 hal. 320
13 Ibid hal. 320
14 Ibid, hal. 320
15 Jurnal Yurisdiksi, Edisi 2/Th. 1999, hal. 73.
16 Sa’id Abu Jaib, Al- Qamus Al Fiqhiyyah ( Damaskus: Dar Al Fikr, 1982) hal. 281
17 Yusuf Qardhawi, Fatwa antara Ketelitian dan kecerobohan ( Jakarta: Gema Insani Pess, 1999) h. 5
18 Tim Penulis Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, edisi kedua, Jakarta; PT. Intermasa 2003, hal. 169
19 Ibid, hal 170-171. Hadit diriwayatkan; hadist 1. HR Baihaqi dan Ibnu Majah tentang dasar jual beli hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan, hadits 2; HR. Muslim Abu Daud, tarmidzi , Nasa’i dan Ibnu Majah dari Ubadah bin Shamit; tentang ketentuan jualbeli emas, perak,gandum, syair, kurma dan garam dalam barang yang sama dan sejenis dengan tunai, jika berbeda, jual dengan tunai, hadits 3; HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad dari Umar bin Khattab tentang jual beli emas dengan perak secara tunai jika tidak tergolong riba, hadits 4; HR Muslim dari Sa’id Al Hudri tentang Jual Beli emas dg emas, perak dengan perak dengan persyaratan tidak ada tambahan dan tunai. Hadits 5; HR. Muslim dari Bara’ bin Azib dan Zaid bin Arqam tentang larangan menjual perak dengan emas dengan tidak tunai. Hadits 6; HR Tirmidzi dari Amr bin Auf Al muzani. tentang kebolehan perjanjian kaum muslim dengan syarat syarat tertentu kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau sebaliknya. Salah satu hadits dari Ubadah bin Shamit pemakalah melakukan penelusuran tentang kesahihannya untuk dijadikan hujjah, antara lain merunutkan sanad hadits, hasilnya para perawi dalam hadits tersebut menurut para ulama hadits adalah tsiqoh, sehingga memiliki tingkat akurasi yang tinggi karenanya dapat dipercaya riwayatnya.
20 Ibid, hal. 172
21 Ibid, hal. 172-174
22 Transaksi Spot yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas untuk penyerahan pada saat itu atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari, sedangkan transaksi Forward yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun, transaksi Swap yaitu suatu kontrak pembelian dan penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forwad, transaksi Option yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valas pada harga dan jangka waktu atau tanggal ahir tertentu.

Hanya untuk Ilmu dan Pengetahuan.
Link: http://msi-uii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu=ekonomi&baca=artikel&id=208
idhamhr@gmail.com
Salam

No comments: